SURAT TERBUKA AKSI KAMISAN KE-772

Nomor : 412/Surat Terbuka_JSKK/V/2023
Hal. : 25 Tahun Reformasi Tegakkan Supremasi Hukum dan HAM

Jakarta, 4 Mei 2023

Kepada
Yth. Presiden Republik Indonesia
Bapak Ir. H. Joko Widodo
Di Jakarta

Dengan hormat,

Tahun ini adalah tepat 25 tahun sejak Indonesia bertransisi memasuki era Reformasi. Pada Mei 1998, gerakan mahasiswa dan prodemokrasi mencapai puncaknya untuk melawan rezim Orde Baru yang telah berkuasa selama lebih dari tiga dekade. Mereka berhadapan dengan aparat keamanan yang merespon gelombang unjuk rasa secara represif, yang berujung kekerasan dan tewasnya warga sipil, Enam agenda reformasi disuarakan, yaitu mengadili Soeharto dan kroninya, amandemen UUD 1945, mencabut dwifungsi ABRI, penegakan supremasi hukum, pelaksanaan otonomi daerah, hingga pemberantasan korupsi. Dimulainya era Reformasi menjanjikan lahimya Indonesia yang demokratis, dengan sistem pemerintahan dan tata kelola yang baik, partisipasi masyarakat sipi, dan jaminan pemenuhan hak asasi manusia.

Namun, 25 tahun telah berlalu dan demokrasi justru semakin tergerus di tengah praktik-praktik yang seakan memperlihatkan kembalinya era Orde Baru. Supremasi hukum, yang sejatinya juga bertujuan untuk mencegah terjadinya praktik penyalahgunaan kekuasaan, justru melemah dengan dikeluarkannya berbagai produk hukum yang isinya tidak sejalan dengan prinsip-prinsip HAM dan keadilan. Contohnya adalah KUHP baru, yang berisi pasal-pasal bermasalah yang dapat digunakan pihak penguasa untuk semakin mengkriminalisasi kritik. Kekerasan dan aksi-aksi represif yang dilakukan aparat merespon unjuk rasa damal oleh mahasiswa dan kelompok masyarakat sipil lainnya terus terjadi. Selain itu, pemberantasan korupsi yang sudah diupayakan selama ini tersandung oleh adanya revisi UU KPK, kepentingan partai politik yang berorientasi pada kekuasaan belaka, hingga pemilu yang kerap diwarnai polarisasi identitas dan politik uang.

Indonesia sebagai negara hukum, bukan negara kekuasaan, seharusnya negara menghentikan segala praktik penyimpangan terhadap amanat konstitusi dan cita-cita Reformasi, di antaranya dengan menegakkan supremasi hukum, keadilan, dan menjamin pemenuhan HAM. Penuntasan pelanggaran HAM beral tidak boleh sekedar menjadi janji yang diucapkan sesaal dan hanya untuk kepentingan politik sempit, namun harus dilaksanakan dengan berorientasi pada penegakan hukum serta pemenuhan hak-hak korban. Kami mengingatkan Bapak Presiden bahwa kegagalan atau ketiadaan niat untuk mengadili pelaku pelanggar HAM di pengadilan adalah pengkhianatan terhadap cita-cita Reformasi yang diperjuangkan oleh rakyat Indonesia dengan pengorbanan.

Sehubungan dengan hal tersebut, kami mohon Bapak Presiden untuk Janji penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu juga tidak pernah secara serius dilakukan. Dari belasan kasus yang sudah diselidiki Komnas HAM, baru empat yang ditindaklanjuti dengan penyidikan oleh Kejaksaan Agung dan dilakukan penuntutan, yaitu kasus Tanjung Priok 1984, Timor-Timur 1999, Abepura 2000, serta Panial 2014. Dalam proses hukumnya, semua terdakwa justru dibebaskan, dan tidak ada aktor intelektual yang
berhasil diadili secara transparan. Orang-orang yang diduga kuat melanggar HAM justru dianugerahi perlindungan, diberi Jabatan atau kesempatan duduk di lingkaran kekuasaan. Pemerintah juga terus mengupayakan penuntasan secara non-yudisial, sebuah upaya yang mengaburkan tanggung jawab hukum dan berpotensi melanggungkan Impunitas. Demikian juga dengan pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Beral Masa Lalu (PPHAM) melalui Keppres, padahal pemenuhan hak korban atas keadilan membutuhkan adanya proses hukum seturut UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM.

  1. Berkomitmen menegakkan agenda Reformasi dan amanat Konstitusi secara murni dan konsekuen, bukan hanya untuk kepentingan politik praktis;
  2. Memerintahkan Jaksa Agung membentuk Tim Penyidik ad hoc sesuai mandat Pasal 21 ayat (3) UU No. 26/2000 untuk menindaklanjuti
    kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang telah diselidiki Komnas HAM;
  3. Memenuhi hak-hak korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat secara menyeluruh, termasuk hak atas kebenaran, keadilan, reparasi, dan jaminan ketidak berulangan peristiwa.

Demikian kami sampaikan, dan atas perhatian Bapak Presiden kami ucapkan terima kasih.

Salam hormat,

Presidium JSKK

  • Suciwati
  • Sumarsih
  • Bedjo Untung

Leave a Reply

Share via
Copy link
Powered by Social Snap