Skip to content
- Sebab pokok peristiwa Kerusuhan
13-14 mei 1998 adalah terjadinya persilangan ganda antara dua proses pokok
yakni proses pergumulan elit politik yang bertalian dengan masalah kelangsungan
kekuasaan kepemimpinan nasional dan proses pemburukan ekonomi moneter yang
cepat. Di dalam proses pergumulan elit politik itu, ada pemeran-pemeran
Makostrad tanggal 14 Mei 1998, patut diduga dapat mengungkap peranan pelaku dan
pola pergumulan yang menuju pada kerusuhan yang terjadi.
- Peristiwa kerusuhan 14 Mei 1998 adalah puncak
dari rentetan kekerasan yang terjadi dalam berbagai peristiwa sebelumnya,
seperti penculikan yang sesunguhnya sudah berlangsung lama dalam wujud kegiatan
inteljen yang tidak dapat diawasi secara efektif dan peristiwa Trisakti. Dapat
disimpulkan bahwa peristiwa penembakan mahasiswa di Trisakti telah menciptakan
faktor martir yang telah menjadi pemicu (triggering factor) kerusuhan.
- Dari fakta di lapangan terdapat tiga pola
kerusuhan, yaitu:
- Pertama, kerusuhan bersifat lokal, sporadis,
terbatas dan spontan, berlangsung dalam waktu relatif singkat dan dengan skala
kerugian serta korban yang relatif kecil. Kerusuhan dengan pola seperti ini
terjadi karena situasi sosial-ekonomi-politik yang secara obyektif sudah tidak
mungkin dicegah.
- Kedua, Kerusuhan bersifat saling terkait
antar-lokasi, dengan model yang mirip Provokator dalam jenis kerusuhan ini
berperan lebih menonjol dibanding jenis kerusuhan pertama. Mereka bukan berasal
dari lokasi yang bersangkutan. Kemudian, ada kemiripan, atau bahkan keseragaman
waktu dan urutan-urutan kejadian. Karena jenis kerusuhan ini skalanya besar,
dan beberapa tempat, bahkan mengindikasikan berlangsung secara berurutan secara
sistematik. Namun, belum ditemukan indikasi bahwa kerusuhan jenis ini
direncakan dan pecah secara lebih luas daripada sekedar bersifat lokal yang
berurutan. Terdapat mata rantai yang terputus (missing link) bagi pembuktian
bahwa kerusuhan ini terjadi kondisi objektif. Kerusuhan jenis ini skalanya besar
dan didapati semua tempat.
- Ketiga, terdapat indikasi bahwa kerusuhan
terjadi karena sengaja. Unsur kesengajaan lebih besar, dengan kondisi objektif
yang sudah tercipta. Jenis kerusuhan ini umumnya mirip dengan jenis kedua,
tetapi unsur penumpangan situasi jauh lebih jelas. Pada jenis atau pola ketiga
ini, diduga kerusuhan diciptakan sebagai bagian dari pertarungan politik di
tingkat elite. Sebagaimana halnya pada kerusuhan jenis kedua, terdapat sejumlah
mata rantai yang hilang (missing link) yaitu bukti-bukti atau informasi yang
merujuk pada hubungan secara jelas antara pertarungan antar elite dengan aras
massa.
- Dari temuan lapangan, banyak pihak yang berperan
di semua tingkat, baik sebagai massa aktif maupun provokator unytuk mendapatkan
keuntungn pribadi maupun kelompok atau golongan, atas terjadinya kerusuhan.
Kesimpulan ini merupakan penegasan bahwa terdapat keterlibatan banyak pihak,
mulai dari preman lokal, organisasi politik dan massa, hingga adanya
keterlibatan sejumlah anggota dan unsur di dalam ABRI yang di luar kendali
dalam kerisuhan ini. Mereka mendapatkan keuntungan bukan saja dari upaya secara
sengaja untuk menumpangi kerusuhan, melainkan juga dengan cara tidak melakukan
tindakan apa-apa. Dalam konteks inilah, ABRI tidak cukup bertindak untuk
mencegah terjadinya kerusuhan, padahal memiliki tanggung jawab untuk itu. Di
lain pihak, kemampuan masyarakat belum mendukung untuk turut mencegah
terjadinya kerusuhan.
- Angka pasti korban jiwa secara nasional tidak
dapat diungkapkan, karena adanya kelemahan dalam sistem pemantauan serta
prosedur pelaporan. Korban jiwa terbesar diderita oleh rakyat kebanyakan.
Mereka sebagian besar meninggal karena terbakar. Mereka tak dapat dipersalahkan
begitu saja dengan stigma penjarah. Begitu juga nilai kerugian material secara
pasti tak dapat dihitung, hanya dapat diperkirakan.
- Bedasarkan fakta yang ditemukan dan informasi
dari saksi-saksi ahli, telah terjadi kekerasan seksual, termasuk perkosaan,
dalam peristiwa Kerusuhan tanggal 13- 14 mei 1998. Dari sejumlah kasus yang
dapat diverifikasi dapt disimpulkan telah terjadi perkosaan yang dilakukan
terhadap sejumlah perempuan oleh sejumlah pelaku di bebagai tempat yang berbeda
dalam waktu yang sama atau hampir bersamaan, dapat terjadi secara spontan
karena situasinya mendukung atau direkayasa oleh kelompok tertentu untuk tujuan
tertentu. Korban adalah penduduk indonesia dengan berbagai latar belakang, yang
diantarannya kebanyakan adalah etnis Cina.
- Belum dapat dipastikan bahwa kekerasan seksual
yang terjadi merupakan kegiatan yang terencana atau semata ekses dari
kerusuhan. Tidak ditemukan fakta tentang adanya aspek agama dalam kasus
kekerasan seksual. Juga disimpulkan, bahwa perangkat hukum positif tidak
memadai dan oleh karena itu tiadak responsif untuk memungkinkan semua kasus
perkosaan yang ditemukan atau dilaporkan dapat diproses secara hukum dengan
segera.
- Peristiwa kerusuhan ini semakin meluas oleh
karena kurang mamadainya tindakan-tindakan pengamanan guna mencegah, membatasi
dan menanggulangi pecahnya rangkaian perbuatan kekerasan yang seharusnya dapat
diantisipasi dan yang kemudian berproses secara eskalatif. Dapat disimpulkan
bahwa adanya kerawanan dan kelemahan operasi keamanan di Jakarta khususnya
bertalian erat dengan kerusuhan pengembangan tanggung jawab Pangkoops Jaya yang
tidak menjalankan tugasnya sebagaimana yang seharusnya. Gejala kerawanan dan
kelemahan keamanan dalam gradasi yang berbeda-beda di berbagai kota lain di
mana terjadi kerusuhan, juga bertalian dengan masalah pergumulan elit politik
pada tingkat Nasional.
- Ditegaskan korelasi sebab-akibat dari
peristiwa-peristiwa kekerasan yang memuncak pada peristiwa kerusuhan 13-14 mei
1998, dapat dipersepsi sebagai suatu upaya ke arah penciptaan situasi darurat
yang memerlukan tindakan pembentukan kekuasaan konstitusional yang ekstra, guna
mengendalikan keadaan, yang persiapan-persiapan ke arah itu telah dimulai pada
tingkat pengambilan keputusan tertinggi.