Ratusan orang berkumpul mengangkat kartu merah dan kuning saat mengikuti Aksi Kamisan ke 805 di depan Istana Presiden (15 Februari 2024). Kedua kartu itu sebagai simbol hancurnya demokrasi karena praktek kotor dalam Pemilu 2024 dan Kriminalisasi terhadap Pembela HAM.
Ibu Sumarsih, orang tua Wawan korban penembakan pada Tragedi Semanggi 1, dalam pernyataannya mengecam keras praktek-praktek kotor yang menyelimuti kontestasi Pemilu yang sudah dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024. Menurutnya ini membuktikan upaya rezim untuk melemahkan demokrasi melalui manipulasi hukum, penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi hingga pembungkaman kritik. Apa yang disebut sebagai pesta demokrasi, kenyataannya adalah permainan catur elite politik untuk memuluskan jalan melanggengkan kekuasaan melalui cara-cara yang mengolok-olok akal sehat.
“Pencalonan Gibran dan dukungan yang diperlihatkan oleh Bapak Presiden (joko widodo-red) terhadap paslon tersebut sejak awal merupakan pengkhianatan terhadap agenda reformasi1998. Kolusi dan nepotisme dipertontonkan saat hukum dimanipulasi untuk meloloskan Gibran putra sulung Bapak Presiden sebagai cawapres melalui putusan Mahkamah Konstitusi . Berbagai laporan juga menyebut bahwa alat dan sumber daya negara yang didanai oleh uang rakyat dikerahkan untuk memenangkan paslon tersebut. Mulai adanya pengerahan kepala desa, tekanan oleh aparat keamanan hingga penyaluran bantuan sosial”
Ibu sumarsih menambahkan “ ada tiga ahli hukum tata negara dan konstitusi : Bivitri Susanti, Fery Amsari dan Zaenal Arifin Mochtar serta sutradara Dandhy Laksono dilaporkan ke polisi karena membongkar berbagai kecurangan Pemilu yang didisain sistematis, terstrukur dan masif melalui karya film dokumenter Dirty Vote. Muhidin M Dahlan penulis buku Kronik Penculikan Aktivis dan Kekerasan Negara 1998 dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu. Pelaporan ini menambah daftar panjang kriminalisasi terhadap pembela HAM dan represi terhadap kebebasan berpendapat”
Hadir pula Romo Setyo Wibowo yang mengungkapkan pernyataan penghargaan kepada Ibu Sumarsih dan para peserta yang telah mengikuti aksi Kamisan “ perjuangan nilai etika, perjuangan nilai HAM adalah perjuangan yang panjang. Perjuangan demokrasi dan reformasi adalah perlawanan terhadap ketamakan kekuasaan Orde Baru yang sangat mungkin dengan dengan terpilihkan capres kemarin (versi hitung cepat-red ) akan kembali lagi”
Dosen STF Driyarkara ini menambahkan “Kalau kekuasaan hasil pemilu dijalankan dengan cara melanggar konstitusi dan abai pada perjuangan HAM artinya perlawanan kita hanya sedang dimulai lagi dan lagi. Kita akan terus melawan sebaik-baiknya dan sehormat-hormatnya demi tegaknya kontitusi , demi keadilan HAM bagi Ibu Sumarsih, bagi kawan-kawan yang masih hilang dan bagi masa depan kita bersama”
Meskipun diguyur hujan yang cukup deras, aksi ini yang dimulai sejak pukul 3 sore tetap dihadiri oleh ratusan mahasiswa, simpatisan dan para aktivis HAM. Selain orasi , ada pula penampilan teaterikal , puisi dan musik oleh simpatisan.